Oleh: Pdt. DR. Nicodemus Sedubun, M,
Th
Pengantar
Kelengkapan
yang dimasudkan adalah “peralatan pelayanan” yang dibutuhkan; ia mencakup
peralatan rohani, peralatan intelektual dan peralatan praktikal. Seorang Pelayan
di Jemaat, baik ia seorang Pendeta ataupun seorang anggota Majelis Jemaat,
Penatua dan Diaken, patut memiliki kelengkapan dimaksud. Saya tidak menyebutnya
“perlengkapan pelayanan” sebab sebutan ini lebih banyak menonjolkan aspek
kuantitas atau bentuk-bentuk perlengkapan pelayanan bagi seorang pelayan dan
cendrung mengabaikan aspek mutu atau kualitas pelayanan. Bagi saya sebutan
“kelengkapan pelayanan” lebih memadai.
Kelengkapan Bagi Pelayanan Gereja
Menurut
saya ada beberapa kelengkapan pelayanan bagi seorang Pelayan Jemaat, baik
Pendeta maupun Majelis Jemaat, Penatua atau Diaken. Kelengkapan-kelengkapan itu
adalah seperti berikut:
·
Kelengkapan
Rohani
Kelengkapan atau peralatan yang dibutuhkan adalah
bagaimana seorang Pelayan Jemaat selalu merasa membutuhkan kekuatan rohani demi
memampukannya dalam melayani tangungjawab yang ia emban. Rasa membutuhkan
kekuatan rohani tersebut membuatnya tahu bagaimana cara dan upaya untuk
memiliki, mengembangkan dan menyaksikannya bagi dirinya, keluarganya dan
orang-orang yang ia layani. Upaya-upaya yang ia cari adalah dengan selalu dekat
kepada TUHAN dan mencari kehendak-NYA, sehingga ia dapat menjadi teladan yang
patut didengar dan ditaati.
·
Kelengkapan
Intelektual
Yang dimaksudkan di sini bukan hebat atau
tingginya gelar intelektual bagi seorang Pelayan Jemaat. Tetapi bagaimana
seorang Pelayan berupaya “belajar untuk dapat melakukan tanggung jawab
pelayanan yang ia emban.” Perspektif ini membuat status intelektual seorang
pelayan selalu membutuhkan kelengkapan intelektual untuk melengkapi potensi
status intelektualnya dan juga untuk menambah dan memperkaya keterpanggilan
pelayanannya. Kata sederhananya, belajar dari pendekatan didaktif, atau intelektual learning.
·
Kelengkapan
Praktis
Kelengkapan
Praktis bermuara pada pengalaman pelayanan Jemaat. Namun ukurannya bukan pada
siapa Pelayan yang sudah berpengalaman dan siapa pelayan yang belum. Yang
dimaksud adalah bagaimana seorang pelayan Jemaat mau belajar dari pengalaman
yang sudah ia alami atau mau belajar dari pengalaman baru sebagai upaya
melengkapi, memperkaya dan membenahi tugas dan tanggungjawab yang ia emban.
Kata sederhananya, belajar dari pendekatan empiris, atau practical learning
Jabatan adalah Pelayanan
Dalam
Perjanjian lama, ketika bangsa Israel tiba di Kanaan dan hidup berdampingan
dengan bangsa-bangsa di sana, mereka meminta seorang Raja bagi mereka (1 Sam. 8). Samuel menanggapi permintaan mereka dan
mengatakan bahwa Raja mereka adalah YAHWE, TUHAN ALLAH. Tetapi bangsa Israel
menghendaki supaya ada seorang Raja bagi mereka, Raja yang “mencitrakan”
kehadiran ALLAH di tengah-tengah kehidupannya. TUHAN ALLAH mengatakan kepada
Samuel agar memenuhi permintaan bangsa Israel. Namun, Raja bagi bangsa Israel
adalah seseorang yang melakukan kehendak TUHAN ALLAH, bukan kehendaknya
sendiri. Ia adalah representasi dari TUHAN ALLAH bagi bangsa Israel. Ia adalah
wakil TUHAN ALLAH di dunia. Apa yang ia lakukan bersama dan bagi rakyatnya
adalah penjabaran dari maksud TUHAN ALLAH bagi mereka.
Dalam
Perjanjian Baru, suatu ketika sebelum Perjamuan Malam menjelang TUHAN YESUS
akan ditangkap (Yoh. 13) dan menjalani
penyaliban sampai mati dan bangkit, TUHAN YESUS bangun menanggalkan jubah-NYA,
mengambil sehelai kain lenan mengikatkannya pada pinggang-NYA, menuangkan air
pada sebuah wadah, membasuh kaki para murid dan mengeringkannya dengan kain
lenan yang terikat dipinggang-NYA. Dengan melakukan semuanya itu, IA
meninggalkan teladan untuk melayani. Sekalipun IA adalah TUHAN dan GURU,
seperti disebut oleh para murid-NYA, yang sudah melakukan pembasuhan kaki
mereka, maka mereka harus saling melayani (membasuh kaki sesama saudaranya, Yoh. 13: 14).
Dua bagian Alkitab di atas
menonjolkan sebuah perspektif Teologi tentang Jabatan dalam Gereja, yang sesungguhnya
adalah pelayanan. Sebesar atau setinggi apapun kedudukan dalam jabatan Gereja,
tugas dan tangungjawab itu bermuara kepada pertanggungjawaban pelayanan kepada
pemiliknya yang Agung, yaitu TUHAN YESUS. Dengan kata lain tugas Pelayanan
Jemaat yang diembankan kepada Pendeta dan Majelis Jemaat, Penatua dan Diaken,
adalah tugas Pelayanan TUHAN, sehingga Jabatan yang disandang adalah kemuliaan
TUHAN yang mesti dilakukan secara nyata, rendah hati dan tanpa pamrih.
Selamat
melayani pekerjaan-NYA. TUHAN YESUS
memberkati selalu!
[1]Materi disampaikan dalam
Pembenahan Pelayanan bagi Majelis Jemaat Baru Periode Pelayanan 2015-2020, di
Jemaat GPM Waeheru, January 7, 2015
Pustaka:
1.
Emanuel
G. Singgih, Berteologi Dalam Konteks,
2.
J.
L. Ch. Abineno, Sekitar Teologia
Praktika,
3.
Paul
F. Knitter, Teologi Of Religions,
4.
===========,
Menggugat Arogansi Kekristenan,
5.
Robert
H. Albers, Malu...... Sebuah Perspektif Iman ,
6.
W.
B. Sidjabat, Panggilan Kita di Indonesia
Dewasa ini,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar