Rabu, 07 Januari 2015

BEBERAPA KELENGKAPAN BAGI PELAYANAN GEREJA[1]



Oleh: Pdt. DR. Nicodemus Sedubun, M, Th

Pengantar
Kelengkapan yang dimasudkan adalah “peralatan pelayanan” yang dibutuhkan; ia mencakup peralatan rohani, peralatan intelektual dan peralatan praktikal. Seorang Pelayan di Jemaat, baik ia seorang Pendeta ataupun seorang anggota Majelis Jemaat, Penatua dan Diaken, patut memiliki kelengkapan dimaksud. Saya tidak menyebutnya “perlengkapan pelayanan” sebab sebutan ini lebih banyak menonjolkan aspek kuantitas atau bentuk-bentuk perlengkapan pelayanan bagi seorang pelayan dan cendrung mengabaikan aspek mutu atau kualitas pelayanan. Bagi saya sebutan “kelengkapan pelayanan” lebih memadai.

Kelengkapan Bagi Pelayanan Gereja
            Menurut saya ada beberapa kelengkapan pelayanan bagi seorang Pelayan Jemaat, baik Pendeta maupun Majelis Jemaat, Penatua atau Diaken. Kelengkapan-kelengkapan itu adalah seperti berikut:
·         Kelengkapan Rohani
Kelengkapan atau peralatan yang dibutuhkan adalah bagaimana seorang Pelayan Jemaat selalu merasa membutuhkan kekuatan rohani demi memampukannya dalam melayani tangungjawab yang ia emban. Rasa membutuhkan kekuatan rohani tersebut membuatnya tahu bagaimana cara dan upaya untuk memiliki, mengembangkan dan menyaksikannya bagi dirinya, keluarganya dan orang-orang yang ia layani. Upaya-upaya yang ia cari adalah dengan selalu dekat kepada TUHAN dan mencari kehendak-NYA, sehingga ia dapat menjadi teladan yang patut didengar dan ditaati. 
·         Kelengkapan Intelektual
Yang dimaksudkan di sini bukan hebat atau tingginya gelar intelektual bagi seorang Pelayan Jemaat. Tetapi bagaimana seorang Pelayan berupaya “belajar untuk dapat melakukan tanggung jawab pelayanan yang ia emban.” Perspektif ini membuat status intelektual seorang pelayan selalu membutuhkan kelengkapan intelektual untuk melengkapi potensi status intelektualnya dan juga untuk menambah dan memperkaya keterpanggilan pelayanannya. Kata sederhananya, belajar dari pendekatan didaktif, atau intelektual learning.
·         Kelengkapan Praktis
Kelengkapan Praktis bermuara pada pengalaman pelayanan Jemaat. Namun ukurannya bukan pada siapa Pelayan yang sudah berpengalaman dan siapa pelayan yang belum. Yang dimaksud adalah bagaimana seorang pelayan Jemaat mau belajar dari pengalaman yang sudah ia alami atau mau belajar dari pengalaman baru sebagai upaya melengkapi, memperkaya dan membenahi tugas dan tanggungjawab yang ia emban. Kata sederhananya, belajar dari pendekatan empiris, atau practical learning

Jabatan adalah Pelayanan
            Dalam Perjanjian lama, ketika bangsa Israel tiba di Kanaan dan hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa di sana, mereka meminta seorang Raja bagi mereka (1 Sam. 8). Samuel menanggapi permintaan mereka dan mengatakan bahwa Raja mereka adalah YAHWE, TUHAN ALLAH. Tetapi bangsa Israel menghendaki supaya ada seorang Raja bagi mereka, Raja yang “mencitrakan” kehadiran ALLAH di tengah-tengah kehidupannya. TUHAN ALLAH mengatakan kepada Samuel agar memenuhi permintaan bangsa Israel. Namun, Raja bagi bangsa Israel adalah seseorang yang melakukan kehendak TUHAN ALLAH, bukan kehendaknya sendiri. Ia adalah representasi dari TUHAN ALLAH bagi bangsa Israel. Ia adalah wakil TUHAN ALLAH di dunia. Apa yang ia lakukan bersama dan bagi rakyatnya adalah penjabaran dari maksud TUHAN ALLAH bagi mereka.
           

Dalam Perjanjian Baru, suatu ketika sebelum Perjamuan Malam menjelang TUHAN YESUS akan ditangkap (Yoh. 13) dan menjalani penyaliban sampai mati dan bangkit, TUHAN YESUS bangun menanggalkan jubah-NYA, mengambil sehelai kain lenan mengikatkannya pada pinggang-NYA, menuangkan air pada sebuah wadah, membasuh kaki para murid dan mengeringkannya dengan kain lenan yang terikat dipinggang-NYA. Dengan melakukan semuanya itu, IA meninggalkan teladan untuk melayani. Sekalipun IA adalah TUHAN dan GURU, seperti disebut oleh para murid-NYA, yang sudah melakukan pembasuhan kaki mereka, maka mereka harus saling melayani (membasuh kaki sesama saudaranya, Yoh. 13: 14).
            Dua bagian Alkitab di atas menonjolkan sebuah perspektif Teologi tentang Jabatan dalam Gereja, yang sesungguhnya adalah pelayanan. Sebesar atau setinggi apapun kedudukan dalam jabatan Gereja, tugas dan tangungjawab itu bermuara kepada pertanggungjawaban pelayanan kepada pemiliknya yang Agung, yaitu TUHAN YESUS. Dengan kata lain tugas Pelayanan Jemaat yang diembankan kepada Pendeta dan Majelis Jemaat, Penatua dan Diaken, adalah tugas Pelayanan TUHAN, sehingga Jabatan yang disandang adalah kemuliaan TUHAN yang mesti dilakukan secara nyata, rendah hati dan tanpa pamrih.
Selamat melayani pekerjaan-NYA. TUHAN YESUS  memberkati selalu!


[1]Materi disampaikan dalam Pembenahan Pelayanan bagi Majelis Jemaat Baru Periode Pelayanan 2015-2020, di Jemaat GPM Waeheru, January 7, 2015

Pustaka:
1.        Emanuel G. Singgih, Berteologi Dalam Konteks,
2.        J. L. Ch. Abineno, Sekitar Teologia Praktika,
3.        Paul F. Knitter, Teologi Of Religions,
4.        ===========, Menggugat Arogansi Kekristenan,
5.        Robert H. Albers, Malu...... Sebuah Perspektif Iman ,
6.        W. B. Sidjabat, Panggilan Kita di Indonesia Dewasa ini,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar