Kebudayaan Maluku Tenggara
Tatap Muka ke- 7, Rabu, 7 Mei 2014
Oleh: DR. Nick Sedubun
A.
Demografi
1.
Kei Besar
a.
Daerah pantai
datar
b.
Ke darat
bergunung
2.
Kei Kecil
a.
Pantai landai
b.
Ke darat berbukit
B.
Populasi
1.
Kei .
a.
Campuran
Astronesia dan Polinesia
b.
Kulit hitam
gelap-terang
c.
Rambut keriting
2.
Banda Eli ,
pelarian dari Banda pada masa Gubernur Belanda J. P. Coen
a.
Kulit hitam
terang
b.
Rambut ikal lurus
C.
Matapencaharian
1.
Berkebun
a.
Singkong beracun
diolah menjadi enbal
b.
Hasil kebun :
kasbi, ubi, kumbili, petatas, keladi
2.
Kelapa : kopra
3.
Potensi sagu : kurang diolahj
4.
Hasil laut
a.
Mancing: ikan
b.
Perusahan ikan
c.
Lola, teripang
D.
Makanan Pokok
1.
Enbal
2.
Hasil kebun
3.
Beras raskin
E.
Agama
1.
Islam
2.
Katolik
3.
Protestan
4.
Kristen lainnya
F.
Adat-budaya
1.
Sistem nilai ain ni ain, atau
kearifan lokal Kei.
2.
Peribahasa dalam
bahasa Kei atau perumpamaan disebut ;
a.
Misil-masal, berarti perumpamaan.
b.
Sukat-sarang, berarti suatu pernyataan yang mengungkapkan tentang
kebenaran. Misalnya : karena batas tanah, sanak saudara rela mati.
c.
Liat-dalil (Renyaan 1974). Liat-dalil berarti kata-kata sinis. Misalnya : membicarakan
perilaku orang lain tetapi tidak secara langsung tertuju kepadanya atau seperti
‘pukul tiang kena tembok.’
3.
Perbendaharaan misil-masal, sukat-sarang dan liat-dalil akan
ditemukan dalam isi nasehat atau petuah yang disampaikan demi pembentukan sikap
hidup pribadi atau warga masyarakat umumnya.
4.
Bahasa :
a.
Kei (mayoritas)
b.
Banda Eli (Bandaeli)
c.
Kur-Mangur (penduduk
Kur-Mangur)
5.
Tari-tarian
a.
Tari sawat, tari modern,
b.
Tari tanam padi atau hawae kokat. Di Kei, masyarakat menanam padi ladang dengan
sistem berpindah-pindah dan dilakukan secara tidak tetap, karena mereka
bergantung pada musim hujan. Ada pertanyaan menarik berkaitan dengan tarian
tanam padi yang sebenarnya menampilkan identitas masyarakat agraris, yang lebih
banyak ada di pulau Jawa. Nampaknya ada keterkaitannya dengan asal-usul orang
Kei yang berasal dari Jawa. Sementara selama ini disebutkan mereka berasal dari
Bali.
c.
Tari penyambutan tamu, yang juga sudah dimodifikasi.
d.
Tari-tarian tua, seperti :
i.
Tari sawat,
atau tari pergaulan ditarikan laki-laki dan perempuan;
ii.
Tari perang,
ditarikan oleh laki-laki yang menggambarkan keperkasaan dan kepahlawanan;
iii.
Tari sosoi - yerik
: tarian yang diiringi lagu dan pantun oleh perempuan. Tarian ini untuk minta
hujan ketika kemarau panjang, minta badai teduh, dan puji-pujian ketika sebuah
perang berakhir.
iv.
Meditasi atau dok
mol berarti diam merenung
selama laki-laki sedang pergi perang. Biasanya
meditasi dibuat oleh para perempuan desa selama kaum laki-laki ada di medan
perang.
v.
Peralatan tarian adat : tifa, gong dan
seruling.
e.
Sementara
tarian-tarian tua lainnya, sudah hilang.
f.
Yang tinggal sekarang
hanya ‘generasi menjelang kubur’ saja yang mampu menarikan dan mengenalnya
dengan baik.
g.
Menurut penulis,
kehilangan pantun-pantun tua dan tarian-tarian tua menunjukkan bahwa masyarakat telah kehilangan kesantaian, rekreasi dan relaksasi desa,
yang penuh hikmat, ketenangan dan kesejukan hidup. Bentuk-bentuk hidup santai,
rekreasi dan relaksasi seperti itu mestinya berkaitan dengan identitas adatnya,
yang disimbolkan dalam menari, berpantun atau bercerita. Ketiga simbol adat ini
tidak asal jadi saja dilaksanakan. Sebab ia penuh makna, yang menghubungkan
hidupnya dengan sesamanya dan sekaligus hubungannya dengan roh leluhur. Dengan
menari, berpantun atau bercerita, sesungguhnya ia mencari untuk menemukan dan
memiliki lalu membaginya dalam sebuah harmoni berupa perburuan inspirasi,
refleksi dan praksis hidup.
h.
Karena itu,
simpul santai, rekreasi dan rileks, bahkan seluruh aktivitas hidupnya sebagai masyarakat
adat, tetap punya tujuan mendasar yaitu menemukan harmoni hidup yang semurninya (Subagya
1979:76, 97, 110).
5.
Hukum adat Larvul Ngabal
6.
Maren atau hamaren, bentuk kerjasama sosial desa.
7.
Yelim, pemberian kepada suatu kaul tertentu.
8.
Bukmam, sirih pinang untuk maksud adat tertentu.
9.
Strata sosial
a.
Mel-mel (atas, bangsawan)
i.
Mel-nangan, asli Kei yakni tuan tanah dijadikan ren-ren
ii.
Mel-roa, pendatang : Bali, Ternate, Arab, Jawa
b.
Ren-ren (tengah)
c.
Iriri (bawah, budak belian)
Hukum Adat
Larvul Ngabal dan Sistem Nilai ain ni ain
Tatap Muka ke-8, Rabu May 14, 2014
A.
Sistem nilai ain ni ain. Lengkapnya
ain ni ain, vuut
ain mehe ngifun, manut ain mehe tilor
1.
Pengertian
Ain = satu vuut = ikan manut = unggas/burung
Ni = punya ain mehe = punya ain mehe = punya
Ain = satu ngifun = telur tilur = telur
Arti harafiahnya adalah
-
Ain ni ain berarti satu punya satu,
-
Vuut ain mehe ngifun berarti ikan punya telur,
-
Manut ain mehe tilor berarti unggas (juga) punya telur.
-
Artinya,
(orang Kei) yang satu memiliki (orang Kei) yang lain; seperti ikan punya (berasal
dari satu) telur (dan) seperti (juga) unggas punya (berasal
dari satu) telur.
-
Secara
luas sistem nilai ini mengartikan tentang hubungan hidup mereka yang saling memiliki, karena
mereka semua berasal dari satu sumber (telur dari satu ikan/unggas). Kata saling memiliki mengartikan bukan sebagai pemilikan
pribadi, ownership. Tetapi pemilikan persaudaraan, brotherhood, yang menekankan pada hubungan di
antara mereka. Hubungan hidup persaudaraan di antara mereka penting karena
mereka berasal dari satu sumber.
-
Orang
Kei adalah basudara karena mereka saling memiliki ; karena mereka berasal dari satu sumber, yaitu telur ikan
atau telur unggas.
2.
Sifat
a.
Universal
b.
Elitis
c.
Situasional
3.
Dengan sistem
nilai lokal
a.
Sistem nilai
lokal
I.
Ada banyak bentuk dengan isi
yang berbeda dan kaya, dari adat budaya lokal
II.
Berupa :
a)
Pantun
b)
Nyanyian
c)
Tarian
III.
Dipelihara dengan
baik
b.
Fungsinya; mengatur,
memberi sanksi, memuliakan
4.
Dengan kasta
a.
Tidak punya
hubungan sama sekali
b.
Banyak kali
menjadi komoditi politis
c.
Nampaknya, hanya
menampung kelompok aspirasi elit
B.
Hukum Adat Larvul
Ngabal
Dokumen Hukum Adat Larvul Ngabal
HukumAdatLarvulNgabal
HukumAdatLarvulNgabalterdiridari7pasalitu, yaitu :
Tujuh pasal Hukum Adat
LarvulNgabal itu bermuara pada tiga
gagasan pokok, yaitu :
A. Pasal 1, 2, 3 dan 4,
membahas tentang Hukum yang mengatur tentang Hubungan sosial di antara manusia, disebu Hukum Navnev.
B. Pasal 5 dan 6, membahas tentang
Hukum Kesusilaan, disebut HukumHanilit.
C. Pasal 7, membahas tentang
Hukum Hak Milik, disebut Hukum Hawear
Balwirin.
SasaSor Fir HukumNavnev :
1.Mu’ur nar-auban fakla = mengatai,
menyumpahi
2.Haung hebang =
berencana/berniat jahat
3.Rasung amu-rudang dad = mencelakakan dengan
cara black magic
4.Kevbangil = memukul, meninju
5.Tavahai-sung tahat = melempar, menikam, menusuk
6.Fedanna-tetatvanga = membunuh, memotong, memancung
7.Tivak/luduk fo vavain =
menguburkan/menenggelamkan hidup-hidup
SasaSor Fit HukumHanilit
:
1.Sis af
= panggil dengan lambaian tangan ataumendesis
2.Kif uk matko =
main mata, kerling dengan kedipan sebelah mata
3.Ngis kafir/temar u mur
= mencubit, senggol/kena depan atau belakang busur
4.En a lebak
= meraih dan memeluk
5.Val ngutun tenan, ne seranbaraun= membalik penutup alas
bawah (melepas pakaian dalam)
6.Marva anfo ifun =
menghamilkan di luar nikah
7.Manuu, marai =
membawa lari atau merampas isteri orang
Sasa Sor Fit Hukum Hawear Balwirin :
1.Vartayad = menginginkan barang
orang lain secara tidak sah
2.It bor = mencuri
3.It kulik afa bor bor = menyimpan barang curian
4.Taan rereang, it uot afa waid = makan upah tanpa kerja
5.It liik ken hira ni afa, tefeen it naail = ambil milik orang
lain, tapi tidak mau kembalikan
6.It lavur hira niafa =
merusakan/membinasakan barang milik orang lain
7.Tahak uuk tomat rir rereang neblo = tahan/tidak bayar upah orang lain
dengan benar
|
Dokumen Perkiraan Pelaksanaan Hukum Adat
Larvul Ngabal
Generasi Pertama
Hal-hal yang berbeda
Sahnya
status dari orangtua Dit Sakmas.
Labetubun menyebut Dit Sakmas adalah anggota rombongan
Kasdew yang tiba dari Bali. Rahail dan Ngamel menyebut Dit Sakmas adalah anak
Kasdew. Rahail lebih rinci menyebut Dit Sakmas adalah “anak perempuan
paling bungsu” Kasdew; sedangkan Ohoitimur mengatakan bahwa Dit Sakmas adalah
anak putri dari Tebtut, anak Kasdew. Berarti menurut Ohoitimur, Dit Sakmas itu
cucu Kasdew.
Pertanyaan mengenai status Dit Sakmas apakah ia anak
ataukah cucu Kasdew ini penting karena dari padanya akan memberi kejelasan tentang
rentang waktu legitimasi dan penyebaran Hukum Adat Larvul Ngabal di tanah Kei. Menanggapi paparan
para penulis sejarah Hawear di atas, maka penulis lebih cendrung
menerima pendapat Ohoitimur berdasarkan hasil wawancara bahwa hukum Ngabal itu disebarkan oleh halaai Bomav, yang kawin dengan putri
dari Arnuhu dan Dit Sakmas yang bernama Bunte Nuhu Dit. Itu berarti Dit Sakmas
adalah generasi ketiga yang mengalami kehidupan di tanah Kei, khususnya di
Kei Kecil. Dengan demikian bisa diperkirakan bahwa setelah sekitar 55 - 65
tahun sejak kedatangan orang-orang dari Bali yaitu Kasdew dan keluarganya,
baru ada penertiban hukum di tanah Kei, khususnya di Kei Kecil. Perkiraan penulis,
Kasdew dan anaknya Tebtut kawin pada umur 25 tahun. Karena keduanya suami-isteri
yang subur, maka cukup setahun saja mereka sudah punya anak. Dit Sakmas kawin
pada usia 15 tahun. Penulis berpendapat begitu dengan alasan bahwasanya wanita
biasa kawin pada usia yang lebih muda. Karena itu hitungannya 2 x 25 + 2 +
15 = 67. Pertimbangan itu dengan memperhitungkan faktor mungkin Tebtut,
atau ayahnya Kasdew, kawin lebih muda lagi, sehingga batas perkiraan tahun
yang dilalui seperti itu, yakni 55 –
65 tahun.
Perkiraan waktu yang penulis kemukakan itu hendak menunjukan
bahwa ada kaitan dengan kedatangan orang Bali ke tanah Kei, yang juga sangat
erat berkaitan dengan penataan hukum di Kei. Setelah kedatangan orang-orang
Bali bersamaan dengan runtuhnya kerajaan Majapahit tahun l478, bisa diperoleh
gambaran bahwa Hukum Larvul
baru diterima di kelompokmasyarakat sembilan, Ursiuw, yang dicetuskan di Ela'ar-Ngursoin,
Kei Kecil sekitar tahun 1487 + (55- 65) : tahun 1542/1552; sedangkan Hukum Ngabal baru berlaku di kelompo kmasyarakt
lima, Lorlim , yang dicetuskan di
Lair-Oholirn, Kei Besar sekitar tahun 1542/1552 + 15 tahun = 1557/1567.
Lima belas tahun ini penulis hitung dari tambahan usia Bunte Nuhu Dit,
putri dari Arnuhu dan Dit Sakmas yang kawin dengan Bomav, yang menjadi raja
di Fer dan berjasa mengesahkan dan menyebarkan Hukum Ngabal.
Berdasarkan perhitungan penulis itu, maka diperkirakan
sekitar tahun 1557/1567 barulah Hukum Larvul
Ngabal diterima secara
umum dalam masyarakat Kei, dan mulai berlaku seiring dengan perkembangan
yang terjadi dalam masyarakat. Pada tahun itu juga pengangkatan raja-raja
di kelompok-kelompok masyarakat Ursiuw, maupun Lorlim, yang memperkokoh keabsahan hukumLarvulNgabal.
Maksud penulis berupaya mengemukakan
estimasi waktu legitimas ihukum adat itu demi mengingatkan masyarakat Kei
bahwa setelah tenggang waktu sekian lama, ia dicari dan diangkat kembali
untuk masuk secara “baru” dalam kehidupan mereka. Waktu yang lama itu sekitar
443 /433 tahun (1557/1567 – 24 Januari 2000). Jika usia rata-rata orang Kei
60 tahun, maka hukum adat
itu baru dilihat kembali setelah 7 generasi (443/433 : 60).
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar